CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jun 7, 2020

A Gift from Allah


 A Gift from Allah

Oleh : Anik Sofiyah

 

Musim panas di Arab Saudi tiba membuat aku mengenang keluhanku lima tahun yang lalu.

“Yang, sudah dua tahun kita menikah. Kita belum dikasih anak sama Allah. Aku takut ada apa-apa sama diri aku”. Curhatan aku kepada suami

“Tidak apa-apa sayangku, baru dua tahun. Dan tahun lalu kamu sempat hamil tetapi belum rezeki. Jadi, insyaAllah tinggal tunggu saja waktunya”. Jawab suami

“Tapi, aku kepikiran. Terus aku malas kalau pulang ke Indo belum isi. Aku males dengerin komentar orang.” Keluh aku ke suami

“Tenang saja. Sambil berdoa. Bukankah surga tak dinilai siapa yang cepat memiliki anak? kita mensyukuri saja dan terus berhuznuzon kepada Allah. Tak pantas kita menuntut seperti itu. Padahal nikmat dari-Nya sudah terlalu banyak. Bahkan Allah izinkan kita berhaji dan bisa mengundang orang tua ke sini”. Nasehat suami sambil memelukku.


Saat itu sudah dua tahun aku menikah dan sudah dua tahun juga aku merantau di Arab Saudi.  Aku menemani suami yang sedang melanjutkan S3 di KAUST (King Abdullah University of Science and Tehcnology).  Sudah dua tahun juga Allah belum izinkan kami memiliki amanah seorang anak.

Allah jawab penantiaan itu sebulan setelah anniversary pernikahan kami yang ke-dua. Rasanya tak bisa terbayangkan ketika dalam satu tubuh ada dua detak jantung. Aku dan suami sangat bahagia sekali saat itu. Hari demi hari aku lalui begitu bahagia, berusaha untuk makan-makanan yang sehat agar engkau lahir dengan sehat, selamat, dan normal. Segala cara aku lakukan, mulai mengikuti kelas yoga, renang hampir setiap hari, dan jalan kaki agar aku bisa melahirkan anak kami secara normal. Tapi, Allah menakdirkan berbeda. Pendarahan yang aku hadapi, Allah izinkan aku melahirkan melalui operasi Caesar. Saat itu yang ada dipikiranku dan suami tidak apa-apa yang penting kamu selamat, nak.

Pertama kali aku tatap matamu setelah operasi itu, air mata aku menetes bukan karena sedih tapi haru. Rasanya tak terbayangkan sepanjang hidupku. Allah menjawab doaku diwaktu yang tepat. Hijaz lahir dengan bilirubin yang tinggi. Hijaz harus disinar tapi, tak menyulitkanku bolak-balik ke ruangan Hijaz, untuk tetap memberikannya asi meski aku harus tertatih karena jahitan pasca operasi masih terasa nyeri. Aku tetap merasa bahagia nak.

Momen menyusui adalah hal yang palingku nantikan. Sambil menatap mata Hijaz, aku berdoa. Semoga Allah berkahi setiap asi yg Hijaz minum dan menjadikan Hijaz anak sholeh, cerdas, dan berakhlak mulia.

Kini usiamu sudah menginjak dua tahun momen mau tidur adalah hal yang menyenangkan, aku menatap matanya betapa bahagianya aku menjadi ibumu. Hijaz tumbuh menjadi anak yang tidak merepotkan. Dan kami belajar banyak darimu nak.

Hijaz lahir disalah satu Rumah Sakit Jeddah. Aku dan suami memberikan nama Hijaz. Karena Jeddah merupakan wilayah regional saat Rasulullah saw berdakwah Jeddah, Mekkah,  dan Madinah. Berharap Hijaz kelak bisa mengikuti akhlak Rasulullah yang sabar dalam berdakwah dimanapun ia berada kelak.

Hijaz lahir dengan jarak tak jauh beda dengan anak-anak teman aku di perantauan ini. Hijaz lebih dekat dengan anak yang bernama, Fara. Mungkin karena saat hamil aku dan mamah Fara berikhtiar bersama. Mulai dari jalan, renang, sampai ikutan kelas yoga bersama. Meski pada akhirnya kami sama-sama menjalankan operasi Caesar.

Fara lahir beda dua bulan dengan Hijaz, Fara bulan Februari dan Hijaz bulan April. Aku dan mamah Fara sering main bersama. Hijaz dan Farapun senang sekali bila mereka bermain bersama. Meski mereka belum sempurna dalam berbicara tapi mereka senang sekali tertawa bersama. Aku dan Mamah Fara heran, apa yang mereka bicarakan hingga mereka tertawa terbahak-bahak. Dua tahun berteman mereka belum pernah menangis berebut mainan atau nangis bertengkar. Aku dan Hijazpun sering hadir diacara-acara bermain bersama teman-teman dengan anak yang usianya tak jauh dari Hijaz. Rebutan mainan hal yang wajar karena mereka memang sedang dimasa egosentrik.

Sepanjang perjalanan aku menjadi seorang ibu, kita ini perlu belajar dari anak kecil. Yang tertawa lepas tanpa beban padahal merekapun mungkin tak mengerti apa yang tertawakan. Anak kecil bertengkar, setelah itu bermain lagi tanpa baper tanpa dendam. aku belajar dari mereka yang sangat mudah memaafkan.

            Tepat dihari ini aku menceritakan tentang mimpi-mimpi yang belum terwujud. Meski ia masih berusia dua tahun, dia termasuk pendengar yang baik.

Hijaz, Alhamdulillah MasyaAllah Tabarakallah una bahagia dan bangga menjadi una buat Hijaz. Maafin una ya.. (Kata-kata tersebut aku berusaha setiap hari aku ucapkan, meski aku sering bernada tinggi. Tapi aku tetap berusaha mengucapkan sebelum tidur. Dan aku berharap ia tetep tau kalo unanya sayang padanya).

"Hijaz, hijaz tau ini apa?" Tanya aku kepadanya, sambil menggengam Al-qur'an.

"Al-qur'an". Jawabnya dengan bahasa yang belum sempurna.

"Hijaz tau tidak, Al-qur'an setebel ini banyak yang sudah hafal, yang di sebut Hafidz Qur'an. Jd mereka kalo membaca Al-qur'an jarang melihat Al-qur'an. Seperti pak ustadz di Masjid kalau menjadi imam". "Orang yang menghafal Qur'an juga akan dipakaian jubah istimewa nanti sama Allah. Orang tua yang menghafal Qur'anpun akan dipakaian mahkota yang cahayanya lebih terang dari matahari". aku menjelaskan kepadanya

"Masya... Alloh". Hijaz jawab.

Hijaz mau jadi hafidz Qur'an?" Tanyaku.

"Iyah" Jawabnya

InsyaAllah Allah mudahkan ya nak. Una dan daddy juga bercita-cita keluarga kita salah satu keluarga yang mencetak generasi Qur'ani, bermanfaat buat orang banyak.

Meski una dan daddy masih berusaha menghafal dan bahkan sudah banyak yg melebur. Kita sama-sama belajar yah. Aku menjelaskan kepadanya sambil memeluknya.

Kamu adalah pelengkap keluarga kami dan kamu juga adalah penyejuk hati kami. Kamu adalah hadiah yang Allah berikan diwaktu yang tepat. Tumbuhlah menjadi anak yang sholeh, mau menjadi apapun kamu kelak. Ingatlah Allah, Rasulmu, banggalah dengan agamamu, serta kedua orang tuamu..

            “Apa yang manusia inginkan terkadang Allah tunda. Bukan karena Dia tak sayang tapi karena Dia tunggu kapan waktu yang tepat. Saat itu kamu meminta dia hadir sebagai pelengkap keluargamu. Maka jadikan hadiah itu sebagai tanggung jawabmu. Didik ia hingga sama-sama berjalan disurga-Nya.”

 


 

 *ditulis Nopember 2018

Hijaz sudah 2 tahun

salah satu cerita di antalogi saya.

No comments:

Post a Comment