CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Feb 17, 2012

Aku Tidak Lebih Dulu ke Surga


menemukan cerita ini didata note book saya. entah darimana saya lupa. tapii terima kasih buat yang buat. sangat bermanfaat :)
Aku tidak tahu di mana berada. Meski sekian banyak manusia berada di sekelilingku, namun aku tetap merasa sendiri dan ketakutan. Aku masih bertanya dan terus bertanya, tempat apa ini, dan buat apa semua manusia dikumpulkan. Mungkinkah,,, ah aku tidak mau mengira-ngira.
Rasa takutku makin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah kukenal sebelumnya mendekat dan menjawab pertanyaan hatiku. “Inilah yang disebut Padang Mahsyar,” suaranya begitu menggetarkan jiwaku. “Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku,” batinku. Aku menggigil, tubuhku terasa lemas, mataku tegang mencari perlindungan dari seseorang yang kukenal.
Kusaksikan langit menghitam sesaat kemudian bersinar kemilauan. Bersamaan dengan itu, terdengar suara menggema. Aku baru sadar, inilah hari penentuan, hari di mana semua manusia akan menerima keputusan akan balasan dari amalnya selama hidup di dunia. Hari ini pula akan ditentukan nasib manusia selanjutnya, surgakah yang akan dinikmati atau adzab neraka yang siap menanti.
Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal baikku di dunia. Mungkinkah aku tergolong orang-orang yang mendapat kasih-Nya atau jangan-jangan....??? Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang manguasai hari pembalasan. Tak lama kemudian, terdengar lagi suara menggema tadi yang mengatakan, bahwa sesaat lagi akan dibacakan daftar manusia yang akan menemani Rasulullah SAW di surga yang indah. Lagi-lagi dadaku berdebar, ada keyakinan bahwa namaku termasuk dalam daftar itu, mengingat banyaknya infak yang aku sedekahkan. Terlebih lagi, sewaktu di dunia aku dikenal sebagai aktivis dakwah. ”Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga, apalagi aku,” pikirku mantap.


Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan bahwa namaku ada dalam deretan penghuni surga itu, mengingat ibadah-ibadah dan perbuatan-perbuatan baikku. Dalam daftar itu, nama Rasulullah Muhammad sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai janji Allah melalui Jibril, bahwa tidak satupun jiwa yang masuk ke dalam surga sebelum Muhammad masuk. Setelah itu tersebutlah nama para Assabiquunal Awwaluun. Kulihat Fatimah Az Zahra dengan senyum manisnya melangkah bahagia sebagai wanita pertama yang ke surga, diikuti para isteri dan keluarga Rasul lainnya.
Para nabi dan rasul Allah lainnya pun masuk dalam daftar tersebut. Yasir dan Sumayyah berjalan tengan dengan predikat Syahid dan Syahidah pertama dalam Islam. Juga para sahabat lainnya, satu per satu para pengikut terdahulu Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat di mana Allah akan membuka tabirnya. Yang aku tahu, salah satu kenikmatan yang akan diterima para penghuni surga adalah melihat wajah Allah. Kusaksikan para sahabat Muhajirin dan Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada terhingga sebagai balasan kesetiaan berjuang bersama Muhammad menegakkan risalah. Setelah itu tersebutlah para mukminin terdahulu dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Allah.
Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran. Aku terperanjat begitu melihat rombongan anak-anak yatim dengan riang berlari untuk segera menikmati kesegaran telaga Kautsar. Beberapa dari mereka tersenyum sambil melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka. Yaa Allah!!!, mereka anak-anak yatim sebelah rumahku yang tidak pernah kuperhatikan. Anak-anak yang selalu menangis kelaparan di malam hari sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.
“Subhanallah!!!, itu si Parmin tukang mie dekat rumahku,” aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Parmin, pemuda yang tidak pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil dagangan ia kirimkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Parmin yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan adik-adiknya di kampung tidak kelaparan. Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, “Parmin yang tukang mie itu lebih baik di mata Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan orang lain.” Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.

Lalu berturut-turut lewat di depan mataku, mbok Darmi pembantu di rumahku yang kerap kali kuperintah dengan seenaknya. Kendatipun sudah setengah tua mbok Darmi tetap menjalankan perintahku dengan senyuman. Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku meski tak kulontarkan, “Mereka ikhlas, tidak sakit hati serta tidak memendam kebencian meski kau tolak.”
Masya Allah!!!, murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke surga. Setelah itu, berbondong-bondong jama’ah masjid-masjid biasa aku berceramah. “Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Dengan penuh keikhlasan mereka dengarkan taujih-taujih darimu, kemudian mereka amalkan. Sedangkan kau terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan. Padahal, lebih banyak yang disa dipelajari dengan mendengar dari pada berbicara,” jelasnya lagi.
Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring dengan itu antrian manusia-manusia dengan wajah ceria, makin panjang. Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin segera bertemu dengan Allah dan berkata, ”Ya Allah, di duniaku aku banyak melakukan ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak berdakwah, izinkan aku ke surga-Mu.”
Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi, aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk berbicara. “Ibadahmu bukan untuk Allah, tetapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan surga
Allah, sodaqohmu sebatas untuk memperjelas status sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kau lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu,”
bergetar tubuhku mendengarnya.
Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian, jama’ah masjid dan banyak lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih baik dariku, mereka lebih dulu ke surga Allah. Padahal, aku sering beranggapan, surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan, infak yang kuberikan, ilmu yang kuajarkan dan perbuatan baik lainnya. Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari pada mereka , tidak lebih ikhlas dalam beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, tidak lebih ikhlas dalam beramal daripada mereka, sehingga aku tidak lebih dulu ke surga.
Jam dinding berdentang tiga kali. Aku tersentak bangun dan, astaghfiirullah..., ternyata Allah telah menasehatiku lewat mimpi malam ini.

No comments:

Post a Comment