Selama saya merantau hampir lima tahun saya
merasakan berbeda-beda prioritas.
1.
Saat
menjadi Isteri Rumah Tangga
Setelah menikah saya memang tak
langsung diberi amanah anak. Maka, prioritas saat itupun berbeda dengan apa
yang saya rasakn saat ini.
Saat itu abang, panggilan saya ke suami.
Abang membebaskan saya apapun selagi saya bahagia dan bermanfaat. Kegiatan saya
hanya masak, bersih-bersih rumah, ikut kelas Bahasa Inggris seminggu sekali,
mengikuti kelas Bahasa Arab seminggu sekali, Bahasa Inggris for spouses yang
berbayar. Yang pasrti supporter dia dalam apapun kegiatannya.
Satu tahun diperantauan Allah
izinkan saya menjadi volunteer di
Kindergarten The Kaust School.
2.
Saat
menjadi Isteri berkerja
Setelah menjadi volunteer di the
kaust school, Allah izinkan saya berkerja sebagai Asisten Teacher di K3 kaust school. Prioritas saya yang pasti
berbeda lagi. Saat itu yang terpenting ada yang bisa dimakan untuk saya makan
siang di Sekolah dan makan malam. Abang makan siang selalu di kantin kampus. Biasanya
sarapan kami hanya simple/yang mudah. Biasanya roti bakar/biscuit di temani susu
atau teh.
Kalau kelelahan atau kemalasan
sedang hadir dalam diri ini. Biasanya kami makan diluar seperti kantin kampus
atau junk food lainnya.
Qodarullah memasuki 2 tahun
pernikahan, saya masih berkerja dan Allah izinkan saya hamil. Alhamdulillah
saya tak mengalami morning sickness
tetapi, evening sickness, dan saya
mabok ketika mencium bau. Masak-memasak abanglah yang menyediakan. Huhu
jazakallah khoiron bang. Kondisi rumah sebenarnya rapi tetapi, karena tempat
tinggal kami ini selalu tertutup maka, debu bisa dimana-mana biasanya bagian
bersih-bersih kami bagi-bagi tugas. Weekendlah biasanya ngevacuum dan saya
bagian ngepel.
3.
Saat
menjadi Ibu Rumah Tangga
Setelah usia kandungan saya memasuki
8 bulan, saya resign dari asisten teacher. Saya memutuskan stay di rumah dan mempersiapkan kelahiran anak kami. Satu bulan
lebih tiga minggu, Saya dan suami memutuskan tidak mengundang orang tua kami.
Jadi selama anak kami lahir, kami melewati bersama. Satu bulan pertama, Hijaz sering
kolik/masuk angin karena Hijaz lahir dengan kondisi tongue tie sehingga membuatnya
menyusui tidak sempurna dan angin masuk kedalam perutnya. Dan kondisi itu
membuat saya diet makanan yang mengandung gas. Jadi saya hanya makan sayur
bening dan ayam. Semuanya abang yang memasak. Tugas saya hanya mengurusi Hijaz.
Kondisi rumah rapih ala kadarnya. Ketika hijaz sudah mulai beranjak besar dan saya
sudah tau ritmenya, tugas memasak kembali kesaya. Terlebih ketika Hijaz sudah
memasuki dunia per-MPASIan. Saya tetap chefnya.
4.
Saat
menjadi Ibu berkerja
Awalnya saya memang berniat untuk
menjadi Ibu Rumah Tangga saja. Menikmati hari-hari bersama anak. Tetapi, Allah memberi
kesempatan untuk saya berkerja di sekolah lagi. Melalui istikharah panjang dan
ridho suami, dengan berat hati saya berkerja lagi. Prioritas dan tantangan
menjadi lebih komplit lagi. Bangun lebih pagi dan tidur terlembat. Tugas abang
adalah mencuci piring, mengantar Hijaz ke daycare. Saya memasak menyiapkan
masak dan bekal Hijaz selama di daycare. Setiap pulang sekolah, saya menjemput
Hijaz dan bermain. Agar bonding saya tak hilang darinya. Target tilawah dan
ibadahpun tetap harus menjadi prioritas. Soal masak keseringannya saya masak
malam hari dan masak dengan jumlah banyak sehingga cukup untuk 2-3 hari atau
bahkan bisa seminggu untuk saya dan suami. Untuk Hijaz selalu masak yang fresh.
Kondisi rumah lagi2 saat weekend. Menyapu setiap hari tapi untuk membersihkan
secara menyeluruh seminggu sekali atau dua minggu sekali. Biasanya saya sudah
menyetok makanan di kulkas saat weekend. Seperti siomay, ayam ungkep, rendang.
Jadi saya malam hari atau pagi hari tinggal memasak sayuran saja.
5.
Ibu
Rumah Tangga dengan Toddler
Setelah berkerja dalam satu tahun,
qodarulloh mereka punya peraturan baru bahwa isteri dari PhD student tak bisa
berkerja sebagai part time lagi. Sedih rasanya, karena saya belajar banyak di sekola. Tetapi semuanya ada hikmahnya, saya mengasah koordinasi mata dan tangannya, kegiatan pre-writing, bermain bersama Hijaz dan mulai mengajari
Hijaz menghafal surat-surat pendek dalam Al- Qur’an dan doa sehari-hari.
Kondisinya sama seperti
sebelum-sebelumnya, abang bagian mencuci piring. Saya memasak dan menyiapkan
kegiatan untuk Hijaz.
Semua ini kondisi keluarga kecil
saya. Setiap keluarga berbeda-beda kondisi.
Saya ini tidak pintar masak. Saya
selalu tidak PeDe untuk mengantarkan makanan ke tetangga atau teman orang
Indonesia. Saya belajar banyak dari ibu saya bagaiamana beliau Ibu berkerja
tetapi selalu ada waktu untuk memasak untuk keluarganya. Semenjak merantau
“food preparation” itu sebelum terkenal saya sudah menerapkan.
Setiap pasangan berbeda-beda tipe
ya, ada yang suaminya nerima saja apa yang dimasakin isterinya. Ada yang 3x
menu dalam sehari berbeda-beda. Ada yang tak suka makanan yang sudah
berhari-hari meski disimpan didalam kulkas.
Suami saya adalah tipe yang selalu
hidup dibawa santai. Jadi biasanya saya sudah siapkan ungkep ayam, nugget,
rendang. Jadi semuanya saya taro di freezer. Kalo mau makan tinggal di goreng
atau dihangatkan.
Untuk sayuran biasanya semacam
kangkung atau bayam, saya sudah potong-potong dari batangnya dan disimpan di
ziplock atau plastic agar tak terkena air dan cepat busuk. Saya pernah coba
disimpan di dalam Tupperware. Tetapi malah cepat busuk. Sehingga saat ingin
masak tinggal masukkan saja tanpa harus memisahkan kembali batang dan daunya. Dan
Lebih mudah lagi buatlah bumbu dasar
merah, bumbu dasar putih, dan bumbu dasar kuning. Sehingga saat masak tak perlu
lagi menyiapkan dan menghaluskan bumbu-bumbu.
Suami saya tidak pernah memuntut
saya rumah rapih dan bersih karena beliau tau punya toddler yang lagi aktif-aktifnya.
Prioritas saya mendidik dan menemani Hijaz dalam bermain.
Untuk soal mencuci dan menyetrika,
Alhamdulillah sangat terbantu karena disediakan Dryer. Jadi, setiap selesai
memanaskan pakaian langsung dilipat kecuali pakaian yang berbahan lecek.
Sharing
ala Anik
- Komunikasikan
dengan suami. Maunya seperti apa. Kalau merasa keberatan bisa diskusikan. Ada
suami yang tak mau terlibat/membantu dalam bersih-bersih rumah tetapi, ada juga
yang bersedia uangnya untuk memanggil cleaning services.
- Sesibuk
apapun jangan lupakan hak dan kewajiban kita sebagai Hamba Allah dan Sebagai
anak, Isteri, dan orang tua.
- Perlu
diingat kewajiban isteri itu bukan masak. Tetapi kalau suami yang meminta, lain
cerita.
- Menyederhanakan
konsep bersih. Dulu sebelum punya anak, rumah maunya bersih dan tidak berdebu.
Tapi ketika sudah memiliki anak, konsep bersih itu sedikit berbeda. Rumah
berantakan tak kan lama, itu pertanda ada kehidupan.
- Setiap
keluarga punya prioritas yang berbeda-beda. Percaya kita sama-sama punya 24 jam
tetapi, kita punya fisik yang berbeda-beda. Yang tau kondisi kita adalah diri
kita sendiri.
- Apapun
kegiatannya luruskan niat karena Allah agar ternilai ibadah. Jangan lupakan
Fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan karena kita tak tau sampai
kapan kita di dunia. Bersiap siagalah!
- Capek
dan mengeluh itu wajar. Tapi ceritalah ke suami agar tau apa yang sedang kita
rasakan.
- Setelah
menjadi isteri dan Ibu, mengupgared diri itu perlu. Agar otak kita tetap
berkembang dan tidak menciut. Jadi wajar ketika seorang ibu sering lupa hari
atau tanggal. :)
- Jangan membandingkan keluarga orang lain dengan keluarga kita. 😊