CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Nov 14, 2018

Karena Prioritas Keluargaku Tak Sama dengan Keluargamu

Selama saya merantau hampir lima tahun saya merasakan berbeda-beda prioritas.
1.       Saat menjadi Isteri Rumah Tangga
Setelah menikah saya memang tak langsung diberi amanah anak. Maka, prioritas saat itupun berbeda dengan apa yang saya rasakn saat ini.
Saat itu abang, panggilan saya ke suami. Abang membebaskan saya apapun selagi saya bahagia dan bermanfaat. Kegiatan saya hanya masak, bersih-bersih rumah, ikut kelas Bahasa Inggris seminggu sekali, mengikuti kelas Bahasa Arab seminggu sekali, Bahasa Inggris for spouses yang berbayar. Yang pasrti supporter dia dalam apapun kegiatannya.
Satu tahun diperantauan Allah izinkan saya menjadi volunteer di Kindergarten The Kaust School.

2.       Saat menjadi Isteri berkerja
Setelah menjadi volunteer di the kaust school, Allah izinkan saya berkerja sebagai Asisten Teacher di K3 kaust school. Prioritas saya yang pasti berbeda lagi. Saat itu yang terpenting ada yang bisa dimakan untuk saya makan siang di Sekolah dan makan malam. Abang makan siang selalu di kantin kampus. Biasanya sarapan kami hanya simple/yang mudah. Biasanya roti bakar/biscuit di temani susu atau teh.
Kalau kelelahan atau kemalasan sedang hadir dalam diri ini. Biasanya kami makan diluar seperti kantin kampus atau junk food lainnya.
Qodarullah memasuki 2 tahun pernikahan, saya masih berkerja dan Allah izinkan saya hamil. Alhamdulillah saya tak mengalami morning sickness tetapi, evening sickness, dan saya mabok ketika mencium bau. Masak-memasak abanglah yang menyediakan. Huhu jazakallah khoiron bang. Kondisi rumah sebenarnya rapi tetapi, karena tempat tinggal kami ini selalu tertutup maka, debu bisa dimana-mana biasanya bagian bersih-bersih kami bagi-bagi tugas. Weekendlah biasanya ngevacuum dan saya bagian ngepel.


3.       Saat menjadi Ibu Rumah Tangga
Setelah usia kandungan saya memasuki 8 bulan, saya resign dari asisten teacher. Saya memutuskan stay di rumah dan mempersiapkan kelahiran anak kami. Satu bulan lebih tiga minggu, Saya dan suami memutuskan tidak mengundang orang tua kami. Jadi selama anak kami lahir, kami melewati bersama. Satu bulan pertama, Hijaz sering kolik/masuk angin karena Hijaz lahir dengan kondisi tongue tie sehingga membuatnya menyusui tidak sempurna dan angin masuk kedalam perutnya. Dan kondisi itu membuat saya diet makanan yang mengandung gas. Jadi saya hanya makan sayur bening dan ayam. Semuanya abang yang memasak. Tugas saya hanya mengurusi Hijaz. Kondisi rumah rapih ala kadarnya. Ketika hijaz sudah mulai beranjak besar dan saya sudah tau ritmenya, tugas memasak kembali kesaya. Terlebih ketika Hijaz sudah memasuki dunia per-MPASIan. Saya tetap chefnya.

4.       Saat menjadi Ibu berkerja
Awalnya saya memang berniat untuk menjadi Ibu Rumah Tangga saja. Menikmati hari-hari bersama anak. Tetapi, Allah memberi kesempatan untuk saya berkerja di sekolah lagi. Melalui istikharah panjang dan ridho suami, dengan berat hati saya berkerja lagi. Prioritas dan tantangan menjadi lebih komplit lagi. Bangun lebih pagi dan tidur terlembat. Tugas abang adalah mencuci piring, mengantar Hijaz ke daycare. Saya memasak menyiapkan masak dan bekal Hijaz selama di daycare. Setiap pulang sekolah, saya menjemput Hijaz dan bermain. Agar bonding saya tak hilang darinya. Target tilawah dan ibadahpun tetap harus menjadi prioritas. Soal masak keseringannya saya masak malam hari dan masak dengan jumlah banyak sehingga cukup untuk 2-3 hari atau bahkan bisa seminggu untuk saya dan suami. Untuk Hijaz selalu masak yang fresh. Kondisi rumah lagi2 saat weekend. Menyapu setiap hari tapi untuk membersihkan secara menyeluruh seminggu sekali atau dua minggu sekali. Biasanya saya sudah menyetok makanan di kulkas saat weekend. Seperti siomay, ayam ungkep, rendang. Jadi saya malam hari atau pagi hari tinggal memasak sayuran saja.

5.       Ibu Rumah Tangga dengan Toddler
Setelah berkerja dalam satu tahun, qodarulloh mereka punya peraturan baru bahwa isteri dari PhD student tak bisa berkerja sebagai part time lagi. Sedih rasanya, karena saya belajar banyak di sekola. Tetapi semuanya ada hikmahnya, saya mengasah koordinasi mata dan tangannya, kegiatan pre-writing, bermain bersama Hijaz dan mulai mengajari Hijaz menghafal surat-surat pendek dalam Al- Qur’an dan doa sehari-hari.
Kondisinya sama seperti sebelum-sebelumnya, abang bagian mencuci piring. Saya memasak dan menyiapkan kegiatan untuk Hijaz.
Semua ini kondisi keluarga kecil saya. Setiap keluarga berbeda-beda kondisi.

Saya ini tidak pintar masak. Saya selalu tidak PeDe untuk mengantarkan makanan ke tetangga atau teman orang Indonesia. Saya belajar banyak dari ibu saya bagaiamana beliau Ibu berkerja tetapi selalu ada waktu untuk memasak untuk keluarganya. Semenjak merantau “food preparation” itu sebelum terkenal saya sudah menerapkan.

Setiap pasangan berbeda-beda tipe ya, ada yang suaminya nerima saja apa yang dimasakin isterinya. Ada yang 3x menu dalam sehari berbeda-beda. Ada yang tak suka makanan yang sudah berhari-hari meski disimpan didalam kulkas.
Suami saya adalah tipe yang selalu hidup dibawa santai. Jadi biasanya saya sudah siapkan ungkep ayam, nugget, rendang. Jadi semuanya saya taro di freezer. Kalo mau makan tinggal di goreng atau dihangatkan.
Untuk sayuran biasanya semacam kangkung atau bayam, saya sudah potong-potong dari batangnya dan disimpan di ziplock atau plastic agar tak terkena air dan cepat busuk. Saya pernah coba disimpan di dalam Tupperware. Tetapi malah cepat busuk. Sehingga saat ingin masak tinggal masukkan saja tanpa harus memisahkan kembali batang dan daunya. Dan  Lebih mudah lagi buatlah bumbu dasar merah, bumbu dasar putih, dan bumbu dasar kuning. Sehingga saat masak tak perlu lagi menyiapkan dan menghaluskan bumbu-bumbu.

Suami saya tidak pernah memuntut saya rumah rapih dan bersih karena beliau tau punya toddler yang lagi aktif-aktifnya. Prioritas saya mendidik dan menemani Hijaz dalam bermain.
Untuk soal mencuci dan menyetrika, Alhamdulillah sangat terbantu karena disediakan Dryer. Jadi, setiap selesai memanaskan pakaian langsung dilipat kecuali pakaian yang berbahan lecek.


Sharing ala Anik
  1. Komunikasikan dengan suami. Maunya seperti apa. Kalau merasa keberatan bisa diskusikan. Ada suami yang tak mau terlibat/membantu dalam bersih-bersih rumah tetapi, ada juga yang bersedia uangnya untuk memanggil cleaning services.
  2. Sesibuk apapun jangan lupakan hak dan kewajiban kita sebagai Hamba Allah dan Sebagai anak, Isteri, dan orang tua.
  3. Perlu diingat kewajiban isteri itu bukan masak. Tetapi kalau suami yang meminta, lain cerita. 
  4. Menyederhanakan konsep bersih. Dulu sebelum punya anak, rumah maunya bersih dan tidak berdebu. Tapi ketika sudah memiliki anak, konsep bersih itu sedikit berbeda. Rumah berantakan tak kan lama, itu pertanda ada kehidupan. 
  5. Setiap keluarga punya prioritas yang berbeda-beda. Percaya kita sama-sama punya 24 jam tetapi, kita punya fisik yang berbeda-beda. Yang tau kondisi kita adalah diri kita sendiri. 
  6. Apapun kegiatannya luruskan niat karena Allah agar ternilai ibadah. Jangan lupakan Fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan karena kita tak tau sampai kapan kita di dunia. Bersiap siagalah!
  7. Capek dan mengeluh itu wajar. Tapi ceritalah ke suami agar tau apa yang sedang kita rasakan. 
  8. Setelah menjadi isteri dan Ibu, mengupgared diri itu perlu. Agar otak kita tetap berkembang dan tidak menciut. Jadi wajar ketika seorang ibu sering lupa hari atau tanggal. :)
  9. Jangan membandingkan keluarga orang lain dengan keluarga kita. 😊

No comments:

Post a Comment