Tahun ini adalah tahun ke lima saya merasakan
musim dingin di Arab saudi. Dan hampir tiga tahun saya ditakdirkan Allah
menjadi seorang Ibu. Sebelum menjadi seorang ibu, saya diberi kesempatan untuk
berkerja paruh waktu saya di Taman Kanak-kanak area kampus suami.
Satu tahun berkerja sebagai paruh waktu, Allah
takdirkan saya hamil setelah hampir dua tahun saya dan suami menanti buah hati
di perantauan ini. Sebelum melahirkan anak pertama saya, saya memutuskan
menjadi Ibu yang berkerja diranah domestik. Hingga setahun berjalan, Allah
memberi kesempatan untuk merasakan menjadi seorang ibu berkerja diranah publik.
Saya kembali berkerja paruh waktu. Saya merasa saat itu dunia yang lebih
produktif. Waktu saya 24 jam terasa cepat berlalu, saya harus bangun lebih pagi
menyiapkan bekal untuk anak saya di daycare
serta menyiapkan makan saya dan suami. Serta harus tidur lebih telat karena
tetap memberi waktu bonding saya dan anak. tapi itu tak berjalan lama. Allah
hanya takdirkan saya satu tahun saja sebagai ibu berkerja diranah publik. Di
area kampus suami memiliki peraturan baru bahwa istri dari seorang mahasiswa
tidak diperbolekan untuk berkerja paruh waktu. Kembalilah saya menjadi Ibu yang
berkerja di ranah domestik (Ibu Rumah Tangga).
Meski pernah menjadi ibu yang bekerja diranah
domestik, saya merasa berat karena rutinitas yang berbeda. Saya merasa hidup
saya tak produktif lagi, waktu saya hanya terbuang begitu saja.
Ada doa yang selalu saya panjatkan ketika saya
bermunajat kepada Allah, salah satunya adalah meminta waktu saya bermanfaat dan
tak terbuang sia-sia. Hingga Allah jawab doa saya, salah seorang teman yang
saya kenal lewat jejaring sosial. Beliau sedang berbagi cerita bahwa dia
mengikuti kelas martikulasi di Institut Ibu Profesional. Saya mulai bertanya
dengan beliau, bagaimana cara mengikuti program itu. Karena saya sangat
tertarik dan ingin belajar menjadi Ibu yang professional meski saya berada
diranah domestik.
Saya aktifkan alaram telepon genggam saya agar
tak terlewatkan pendaftaran kelas martikulasi. Karena pembukaan kelas
martikulasi angkatan ke enam ini mengikuti waktu Indonesia, saya sempat hampir
kehilangan kesempatan untuk mengikuti kelas martikulasi angkatan ke-6 ini.
Alhamdulillah atas izin Allah dan teman online saya ini, masuklah saya dikelas
martikulasi luar negeri batch 6.
Saya disana belajar banyak, dipandu dengan
kakak-kakak fasilitator, observer, dan guardian yang hebat serta teman-teman
seperjuangan semakin member warna baru dalam kehidupan baru saya. Memiliki teman seperjuangan, saya makin terasa
bahwa kegalauan yang saya alami tak hanya sendiri. Seorang ibu memang tak ada
sekolahnya, Institut Ibu Professional telah membawa warna buat saya pribadi
untuk belajar bagaimana menjadi seorang Ibu Professional.
Setelah hampir tiga bulan perkuliahan dengan
materi-materi dan tugas-tugas yang luar biasa, saya menjadi mengetahui apa itu
Ibu Profesional. Salah satunya saya belajar bagaimana memanage waktu dan
menjadikan masalah-masalah yang saya hadapi menjadi sebuah tantangan. Tugas domestik
harus diselesaikan, jangan sampai ditunda-tunda sehingga merasa terbebani.
Saya pun sangat bahagia bisa dipertemukan
teman-teman seperjuangan di kelas luar negeri martikulasi batch 6. Meski kami
belum pernah bertemu langsung. Saya merasa
sudah seperti dekat sekali. Meski akhirnya kami harus dipisahkan per regional,
saya percaya kami bisa saling member manfaat dimana pun kita berada.
Saya yang berdomisi di Arab Saudi, kami masuk
di regional Ibu Profesional Asia sedangkan yang berdomisili di wilayah
US, Eropa, Afrika masuk ke Ibu Profesioanal non Asia.
Pada saat itu saya mengibaratkan Institut Ibu
Profesional seperti air yang menyegarkan tanaman ditengah kemarau panjang. Yang membuat tanaman
itu tumbuh tapi, tak berguna. Itulah yang saya rasakan, awalnya saya berpikir “yasudah
jalani saja hidup ini untuk saya dan keluarga saya”. Tetapi, sepatutnya sebagai
Hamba Allah, seorang Istri, dan seorang Ibu. Saya bisa juga memberi manfaat
untuk orang sekitar dengan segala potensi yang saya miliki.
No comments:
Post a Comment